Dalam rangka undangan untuk mengisi acara Transmisi 2009, sebuah acara festival kesenian yang diprakarsai oleh Pemda Kabupaten Jepara beserta gabungan seniman lokal Jepara kami, yaitu saya, Gita, Iwan Kriwul, Mas Nawi, dan Mas Iwan Pucang, berkesempatan mengunjungi Jepara. Selain dimeriahkan oleh seniman-seniman Jepara, mereka juga mengundang berbagai komunitas dan seniman-seniman lainnya dari kota-kota lain di Jawa. Tiga hari berturut-turut acara tersebut digelar di depan Museum R.A Kartini, Kompleks Alun-Alun Jepara yang merupakan jantung kota tersebut. Sembari menunggu giliran penampilan tak ada salahnya kami melongok-longok sekejap isi dari bangunan Museum tersebut. Kami masuk begitu saja tanpa membayar tiket yang biasanya dibandrol dengan nominal Rp. 1000, untuk dewasa. Pada saat itu memungkinkan, karena kebetulan kami adalah salah satu pengisi acara dalam pagelaran kesenian yang diadakan oleh Pemda Jepara.
Di bagian depan kami disambut dengan patung ukuran setengah badan R.A Kartini yang terbuat dari perunggu. Ketika masuk ruangan demi ruangan memang tidak ada pengunjung lain, sehingga kami dengan leluasa menelusuri satu demi satu ruangan yang ada. Aroma kayu jati khas ditambah suasana remang-remang, menjadi salah satu suasana yang mungkin akan dirasa kurang nyaman bagi beberapa pengunjung. Beberapa rekan bahkan mengakui ketika masuk ruangan museum akan diserbu dengan perasaan merinding dan mampu menegakkan bulu kuduk. Namun keasyikan menjelajahi jejak perjuangan Ibu Kartini jauh lebih membangkitkan rasa penasaran saya saat masuk ke bangunan tersebut.
Ruang Museum R.A. Kartini terbagi atas 4 ruang utama sebenarnya, Ruang pertama adalah ruang menyimpan dokumentasi penting koleksi peninggalan RA Kartini. Ruang kedua, adalah ruang yang menyimpan dokumentasi sejarah atas Kakak dan seseorang yang cukup berpengaruh atas pemikiran R.A Kartini, yaitu DRS. R.M.P Sosrokartono seorang sarjana lulusan Leiden, Belanda yang menguasai 26 bahasa, dan merupakan ahli pengobatan dengan media air putih dan sarana kata agung “Alif (ٵ)” Ruang ketiga, berisi koleksi benda-benda yang bernilai sejarah antara lain terdapat tulang ikan raksasa “Joko Tuwo” dengan panjang kurang lebih 16 meter, berat kurang lebih 6 ton, lebar 4 meter, tinggi 2 meter dan kurang lebih berumur 220 tahun. Tulang ikan ini ditemukan di perairan Karimunjawa pada pertengahan bulan April 1989. Ruang Keempat berisi koleksi kerajinan Jepara, ukir-ukiran, keramik, anyaman bambu dan rotan, hasil karya lomba ukir serta alat transportasi jaman dulu.
Ruang koleksi peninggalan R.A. Kartini dibagi dengan partisi yang lebih kecil lagi, yaitu masa kecil R.A. Kartini dan masa sesudah ia menikah. Dalam ruangan ini selain terdapat peninggalan asli R.A Kartini seperti mesin jahit, kotak bothekan atau penyimpan jamu-jamuan R.A. Kartini, juga terdapat dokumentasi replika tulisan tangan R.A. Kartini.
Akan datang jua kiranya keadaan baru dalam dunia Bumi Putera, kalau bukan oleh karena kami tentu oleh karena orang lain.
Kami akan menggoyah-goyahkan gedung feodalisme itu dengan segala apa yang ada pada kami. Dan andaikan hanya ada satu potong batu yang jatuh, kami akan menganggap hidup kami tidak sia-sia.
Dan siapakah yang lebih banyak dapat berusaha memajukan kecerdasan budi itu, siapakah yang dapat membantu mempertinggi derajat budi manusia ialah wanita, ibu, karena haribaan ibu itulah manusia, mendapatkan didikannya yang mula-mula sekali.
Kaum muda masa sekarang, tiada pandang pria atau wanita, wajiblah berhubungan masing-masing sendiri-sendiri memang dapat berbuat sesuatunya akan memajukan bangsa kami, tetapi apabila kita berkumpul, bersatu, mempersatukan tenaga, bekerja bersama-sama, tentu usaha itu akan lebih besar hasilnya.
Kemenangan seindah-indahnya dan sesukar-sukarnya yang boleh direbut oleh manusia ialah menundukkan diri sendiri.
Kelima potongan pesan tersebut terpampang terpahat pada lima potongan besar kayu jati ukiran ukuran tinggi kurang lebih 2 m dan lebar 1,5 m. Kelima pesan tersebut merupakan beberapa pesan yang termaktub dalam penggalan surat-surat R.A. Kartini.
Ukiran pesan kayu tersebut juga dapat ditemui bila kita mengunjungi sebuah situs sejarah yang berada di kawasan pusat kota Jepara ini. Museum R.A Kartini, bangunan yang diperuntukkan untuk menyimpan dokumentasi sejarah, pahlawan perempuan Indonesia, dan beberapa koleksi sejarah lain Jepara.
Di samping, mengembangkan pemikiran-pemikiran radikal nasionalisnya, Kartini dan saudara-saudara perempuannya juga merupakan bangsawan yang sangat menyenangi kesenian, beberapa lukisan hasil karya saudara Kartini maupun karya Kartini sendiri juga dipamerkan, disamping hasil kerajinan tangan berupa renda dan sulaman tangan R.A. Kartini.
Setelah masuk satu demi persatu ruangan kami memperoleh banyak bekal, sebuah pesan pendek yang membuat saya selalu terngiang-ngiang hingga kisah perjalanan ini dikisahkan. Sebuah pesan tentang menghargai arti dan makna peran seorang ibu bagi perkembangan derajat dan budi seorang manusia.
Dan siapakah yang lebih banyak dapat berusaha memajukan kecerdasan budi itu, siapakah yang dapat membantu mempertinggi derajat budi manusia ialah wanita, ibu, karena haribaan ibu itulah manusia, mendapatkan didikannya yang mula-mula sekali
(Penulis, Nisa Ayu Amalia)
Ref.:
1. Museum Kartini, http://navigasi.net/goart.
2. Museum Kartini, http://www.indonesia.go.id
3. Museum R.A. Kartini, http://www.museum-indonesi
dimuat di
http://yanahaudy.net/?Library:Istimewa:Mengecap_Jejak_RA%26nbsp%3BKartini_di_Jepara
wah bagus sekali info nya
BalasHapusterimakasih