Minggu, 20 Juni 2010

Srawung Art III (Juni) "Sebuah Permulaan"

Srawung Art III (17/06/2010) memasuki moment Sebuah Permulaan karena bersamaan dengan ULTAH ESOK yang ke-2 kembali digelar di ART CAFE, hari Kamis kemarin. Acara dibuka oleh performance art dari Slamet Gaprak yang dimulai pukul 20.00 WIB.

Suasana nampak riuh ramai karena pengunjung tidak sedikit yang datang meski tidak juga banyak. Para penikmat seni ternyata menikmati penampilan dari Slamet Gaprak dengan tajuk "Man Growth" yang melakukan eksperimen di dalam kamar mandi. Aksi ini mengundang perhatian yang tinggi karena dilakukan sendiri dan memanfaatkan media ruang serta gulungan plastik dalam penampilannya.

Dilanjutkan oleh Tina Rch dari Unitomo dengan sebuah karyanya dalam pembacaan puisi di depan podium. Acara pun terus berlalu silih berganti hingga musik Accoustic oleh Sugeng Galih yang merupakan sumbangsih seniman-seniman Surabaya telah mengiringi acara Srawung Art III dengan alunan merdunya.

Seorang teman lama dari Teater Kusuma UNTAG Lian telah menyediakan waktunya untuk membacakan sebuah cerpen karangan Puthut EA pada sela-sela acara yang telah disediakan untuknya dengan apiknya.

Refleksi untuk komunitas ESOK di Tahun ke-2 di hari kelahirannya telah memberikan ruang dan waktu untuk Diskusi dan Bedah Buku Valharald oleh Adi Toha dan Membongkar Misteri Tanda (MMB) oleh Heru Susanto. Pembedah diisi oleh Akhudiat, budayawan yang juga dikenal dalam kiprahnya di dunia teater dan seni lakon dan Umar Fauzi Ballah, eseis dan penyair asal Madura.

Berawal dari mimpi yang menginspirasi, Valharald ditulis oleh Adi Toha. Penulis juga mengakui bahwa ia juga membaca sebuah buku asing, dan terinspirasi dari sebuah karya terkenal J.R. Tolkien, Lord of The Ring dalam proses penggarapan novel fiksi-fantasinya tersebut. Dari pengalaman mimpinya tersebut, ia mengembangkan cerita Valharald.

Sedikit berbeda dengan Adi Toha, penulis Valharald, Heru Susanto, penulis MMB, mengakui bahwa pengalaman pertama menulis adalah ketika ia menulis puisi, kemudan dilanjutkan dengan menulis esei pemula tahun 2006 saat mendengar fenomena lagu Lelaki Buaya Darat (Ratu) yang meledak di pasaran. Esei itu kemudian terbit di Jurnal kampus. Sejak itu rasa percaya dirinya muncul dan meneruskan untuk menelurkan esei-esei berikutnya. Esei-esei itu kemudian dikumpulkan dalam buku Membongkar Misteri Tanda(MMB).

Dalam diskusi tersebut, Akhudiat sebagai pembahas novel Valharald, menyatakan bahwa seharusnya diberikan data referensi. Valharald juga disebut bercerita dengan sebuah tema klasik yaitu kebaikan melawan kejahatan. Ia memaknai bahwa Valharald merupakan novel yang berpihak pada kehidupan. Ia juga mengatakan novel ini adalah novel yang tidak tuntas dan akan ada sambungannya. Bahkan ia juga menambahkan satu kutipan, apakah ini berkaitan dengan kata2 seorang filsuf yang menyatakan bahwa penulis yang baik tidak pernah menyatakan tulisan yang dibuatnya merupakan tulisan yang terbaik, namun tulisan yang akan datanglah yang kemungkinan menjadi seperti itu. Pengunjung juga dibuat terpesona dengan beberapa penguraian istilah-istilah dalam Valharald versinya menurut perbendaharaan kata budaya Jawa. Akhudiat membaca dengan menggunakan sistem anagram yaitu mengartikan filosofi-filosofi dari kata-kata asing dalam Valharald dari huruf-huruf nya secara acak. Contohnya Valharald yang bila diambil unsur hurufnya bisa berarti lahar, atau lava, atau Fionn yang disebutnya mirip dengan sebuah suku kata “pion”, dan masih abnyak lagi contoh-contoh yang ditambahkan.

Tibalah giliran Umar Fauzi Ballah dalam membahas MMB dari kacamata pengamatannya. Ia membaca MMB hampir sama dengan pembacaan Akhudiat dengan mencoba menguraikan kegelisahan-kegelisaan dari Heru Susanto. Ia juga menjelaskan bahwa pemilihan dirinya sebagai pembahas disebabkan Heru Susanto dekat dengan dirinya dan dianggap paham atas pola kegelisahan yang ada di benak Heru Susanto. Ia juga tidak memungkiri sanggahan dari moderator Diana AV Sasa bahwa buku MMB seperti membaca sebuah literatur kuliah yang kurang menarik. Oleh sebab itu, ia membenarkan bahwa MMB terasa berat dan tidak bisa dibaca dengan santai.

Dua pertanyaan dari penonton menambah seru perbincangan tersebut, pertanyaan pertama dilontarkan oleh Neni (UNESA) yang memandang ada perbedaan background pendidikan penulis antara Valhard dengan MMB yg lebih akademis. Pertanyaan tersebut dibenarkan oleh Adi Toha bahwa ia menyadari bahwa latar belakangnya yang bukan berasal dari sastra menjadi salah satu penyebab bahwa ia menulis secara otodidak dan tidak mengandung keakademisan sastra. Ia juga mengakui bahwa hal itu sama sekali berbeda dengan latar belakang pendidikannya yang selama ini berhubungan dengan ilmu pasti dan menghadapi rumus-rumus, namun hal itu bukan menjadi masalah bagi dirinya.

Alex dari UNESA juga menanyakan pada Heru Susanto apakah kegelisahan itu berhenti cukup ini berhenti seperti ini saja? Ketika sudah membaca tanda-tanda apa yang dilakukan dalam kegelisahan itu.
Bagi Heru Susanto, setidaknya itulah proses kreatif yang dilakukan, lebih baik menulis daripada tidak menulis. Ia juga menambahkan beberapa pendapat untuk menyanggah pendapat moderator, kutipan-kutipan yang dimuat dalam bukunya, Bagi Heru Susanto kutipan-kutipan tersebut menurutnya tidak masalah ada dicantumkan.karena menurutnya bahkan orang awam pun mampu membuat kutipan yang dibuat akademisi dalam fenomena yang terjadi. Buku MMB baginya juga memang diperuntukkan oleh akademisi sastra dan peminat dari kalangan disiplin ilmu humaniora.

Diskusi ditutup oleh moderator Diana AV Sasa, bahwa sebuah hal yang patut disesalkan bahwa pihak penyelenggara menempatkan bedah buku MMB salah sasaran akibat sebenarnya buku tersebut sebenarnya untuk kalangan terbatas. Namun gagasan ini disambut baik dengan adanya sebuah benang merah bahwa Valharald dan MMB keduanya merupakan buku pertama yang ditulis oleh penulisnya, dan semangat itu pulalah yang diambil sebagai nyawa dari tema yang diangkat oleh Srawung Art edisi Juni ini, yaitu Sebuah Permulaan.

Setelah diskusi, dibagikan pula hadiah doorprize, dua diantaranya merupakan peserta yang mengajukan pertanyaan tanya jawab pada saat diskusi buku. Dan yang lain dberikan sebagai hadiah karena telah menjawab pertanyaan dari panitia.

Edisi Srawung Art Juni kemudian ditutup dengan pemutaran video singkat kiprah ESOK dalam dua tahun perjalanan keorganisasiannya, dan sebuah sajian apik dari band inde GeTa Band yang membawakan tiga komposisi lagunya.(icha/nis)

1 komentar: