Selasa, 22 Juni 2010
The Outsider (Sang Pemberontak) : Kepatutan Moral
Penulis : Albert Camus
Penerjemah : Ermelinda
Penerbit : Liris
Ukuran : 13 x 19 cm
ISBN : 978-602-95978-8-2
Tebal : 164 halaman
Pertama menemukan buku ini sewaktu jalan-jalan di sebuah rak toko buku besar. Jadi tertarik, itu benar. Saya pernah mendengar nama Camus waktu nonton film malahan. Saya lupa judulnya, yang jelas tokoh pria di film tersebut sangat memuja tokoh Camus sampai-sampai ia memakai nama Camus untuk menyewa sebuah kamar hotel yang dipakai si tokoh pria untuk menginap bersama kekasihnya. Padahal sepasang kekasih itu masih di bawah umur dan belum menikah. Intinya pada saat itu mereka sedang dalam keadaan kabur dan aku pikir ini ada kaitannya dengan bacaan si tokoh pria. Dari segi judul, menarik Sang Pemberontak hehehehe... tak ada yang tahu bahwa dalam diri saya sebenarnya tokoh polos yang ingin keluar sangkar.
Bagian pertama saya diajak mengenal karakter tokoh Mersault yang "nrimo", datar dalam menunjukkan ekspresi, boleh dikatakan ia adalah orang yang kalau orang jawa bilang "opo onone" alias apa adanya. Maka ketika dihadapkan pada situasi bahwa ia lebih memilih panti wreda sebagai tempat masa tua ibunya. Penulis juga memaparkan apa adanya bahwa kondisi keuanganya tidak mencukupi, bahwa ia lebih sering tidak enak membiarkan ibunya kesepian. Kemudian ketika Mersault harus menghadapi kenyataan bahwa ia harus kehilangan ibunya, ia pun dengan sangat jelas menyatakan bahwa sama sekali tidak merasa bersedih. Saya cukup memahami kehilangan bagi setiap orang sangat berbeda-beda takarannya, mungkin dalam contoh kasus Mersault ia lebih merasa kehilangan Marrie, kekasihnya, dibanding saat kehilangan ibunya. Betapa norma dan ketetapan moral etika sering kali membentur-benturkan kepantasan bahwa kehilangan seorang ibu seharusnya lebih menyakitkan dan mampu menimbulkan kesedihan yang sangat dibanding kehilangan seorang kekasih.
"... Bagaimanapun kenangan tentang Marie memiliki arti sesuatu bagiku. Aku tak tertarik lagi padanya jika ia sudah meninggal."
Intinya adalah penulis mencoba menghadirkan bahwa Mersault adalah orang yang sangat apa adanya, ia tidak perlu berakting seolah-olah ia merasa kehilangan dengan sosok ibu, disebutkan bahwa ia sama sekali tidak menangis pada saat upacara kematian ibunya.
Namun, apa yang terjadi ketika faktor kepatutan moral dan etika itu dibenturkan dengan sikap apa adanya individu? Dan bukan tindakan pembunuhan dan efek pembunuhan itu yang membuat Mersault harus menyerahkan dirinya dihadapan hunusan guillotine. Bukan, bukan karena itu. Ia harus menghadapi masa penghabisannya karena dakwaan kepatutan moral dan etika dalam merespon kehilangan.
Paradoks yang sama adalah ketika penulis menghadirkan sebuah situasi dimana arti anjing kudisan dan penuh borok Salamano sama berartinya dengan kehadiran istrinya, atau ketika Mersault mempunyai hubungan pertemanan dengan Raymond (seorang mucikari) dan ia ditempatkan dalam situasi ia membela Raymond saat Mersault harus membunuh orang Arab yang menguntit keberadaan Raymond. Dalam tataran pranata sosial, masyarakat meyakini bahwa manusia dalam hal ini istri Salamano, lebih berharga daripada anjing Salamano. Dan bahwa sebuah kepatutan yang lain, bahwa seseorang dari kalangan baik-baik tentu tidak akan menjalin hubungan pertemanan dengan seorang mucikari. Anggapan bahwa mucikari adalah penyakit masyarakat.
Lepas dari itu saya jadi mengingat pengalaman saya beberapa waktu dulu, suatu saat saya sedang janjian dengan seorang kawan di sebuah toko. Entah sengaja atau tidak pada saat itu kawan saya melakukan tindakan yang dianggap menyalahi aturan. Karena saat itu saya bersama dengan dia, maka saya pun dianggap komplotan. Cukup sangat membuat malu sebenarnya karena sampai melibatkan kepolisian. Saya terbukti tidak bersalah, tapi sebuah tindakan kepatutan masyarakat ketika saya membela teman saya yang dicap "bersalah" membuat saya juga dicap "bersalah". Sebegitukah nilai yang dijunjung manusia itu? Sehingga membuat orang yang "didakwa" itu memang dihadapkan pada situasi dia tidak bisa membela diri, dipersalahkan, dan dilabel, kadang analogi dakwaan pun dipaksakan dikait-kaitkan?
Saya sempat memikirkan menjadi orang "putih" itu memang susah...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
terjemahan camus yg ini kata beberapa sumber kurang bagus. Selain tebitan liris, apa tau lg mbak' terbitan yg lain..*lagi2 nyari2 outsider*
BalasHapustrims,
yasri : saya hanya tahu dari liris ini sepertinya, yang lain2 maaf saya belum nyari
BalasHapus