Senin, 05 Juli 2010

Rahasia Selma : Jendela cerita dan fenomena kemanusiaan sehari-hari


Judul : Rahasia Selma
No. ISBN : 9789792256567
Penulis : Linda Christanty
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit : Mei - 2010
Jumlah Halaman : 130
Berat Buku -
Jenis Cover : Soft Cover
Dimensi(L x P) : 135x200mm
Kategori : Cerpen
Bonus -
Text Bahasa : Indonesia



  1. Kemasan


Membaca kumpulan cerita “Rahasia Selma” adalah seperti membaca sebuah cerita tuturan. Saya cukup tergelitik dengan judul buku “Rahasia Selma”. Rahasia Selma sendiri adalah merupakan salah satu judul cerita dalam kumpulan cerita. Entah apa yang mendasari penulis memilih judul Rahasia Selma? Saya sendiri kurang paham. Nyata-nyatanya saya tidak menemukan benang merah antara satu cerita dengan cerita yang lain yang mengaitkan dengan judul buku ini. Ya, Rahasia Selma.


Sama seperti ketika saya mencoba mencari tahu sepasang gambar kaki anak-anak, berkaus kaki hijau bergambar bunga-bunga namun bersandal. Berdasar atas sebuah penelusuran, saya menemukan bahwa ada kemiripan konsep dengan cover sebuah buku berjudul Lolita karangan Vladimir Nabokov. Konsep memajang kaki bersepatu memang tidak asing lagi, bedanya Lolita berkesan lebih menyedihkan dengan tampilan hitam-putih daripada Rahasia Selma yang berwarna lebih ‘ngejreng’ dalam kacamata saya. Cover ini saya katakan sesuai dengan kisah Rahasia Selma, yang menggambarkan rasa keingintahuan seorang gadis bernama Selma akan dunia luar, kemudian ia melakukan perjalanan sembunyi-sembunyi, hal ini dikarenakan rasa kesepian yang tengah dialami. Tapi apakah cover ini merepresentasi isi cerita-cerita lain di dalamnya? Saya rasa tidak.


Berikutnya yang ingin saya kemukakan adalah, adakah sebuah alasan khusus dengan memajang endorser dari buku sebelumnya pada buku ini? Kesemua yang diajukan adalah penyair dan lebih dikenal dalam tulisan puisi-puisinya. Saya jadi mengaitkan apakah ada alasan khusus yang dipakai penerbit atau pun penulis dalam menarik para pembacanya untuk lebih menggiring pembaca puisi menikmati karya ini? Berkaitan hal tersebut saya akan ajukan beberapa paparan di bagian berikutnya mengenai isi.


  1. Isi


Penulis memakai bahasa penuturan penggambaran yang kuat dalam tulisannya. Setidaknya setiap memulai cerita baru atau sub bab baru penulis selalu menuliskan deskipsi gambaran detail suasana, tempat secara detail, namun saya juga menjadi memahami, tak demikian dengan deskripsi waktu.


Ceritanya menggambarkan kisah sederhana, sehari-hari dengan cara yang unik. Pemilihan kata-kata dalam kalimat-kalimatnya pun kaya. Namun entah bagaimana, saya kurang “akrab” dengan cerita-cerita itu. Layaknya cerita harian, cerita-cerita di sana menjadi milik “sendiri”. Sangat aneh rasanya ketika membaca “Pohon Kersen” misalnya saya harus menemukan “kopi robusta” dan “Ham Lam” di tengah jajaran karakter “Mak Sol” atau “Yu Ani”. Atau seperti membaca Rahasia Selma, ketika menemukan karakter Pak Suhana yang muncul dan kemudian muncul lagi nama Wilhelmus. Saya jadi kebingungan menentukan cerita ini mengambil setting di mana?


Nah, kegalauan saya adalah, meski cara penulisannya yang liris, kaya tema dan memiliki jalinan cerita yang kuat, saya selalu tidak paham dengan ending-ending dari tiap ceritanya. Apakah ini berkaitan dengan cerita catatan hati, saya tidak bisa menangkap maksudnya. Butuh pikiran yang tenang untuk paham satu persatu ceritanya, dan pembaca bukan seseorang yang selalu dalam keadaan serius dan penuh fokus saat membaca. Rahasia Selma tampaknya tidak cocok untuk pembaca cepat. Kehilangan satu paragraph saja maka hilanglah jalinan cerita. Berkaitan dengan endorser seperti yang saya kemukakan sebelumnya, hal ini lah yang saya rasa menjadi penyebab mengapa penulis berusaha menarik perhatian pembaca puisi. Cerita yang disuguhkan sarat dengan bahasa symbol yang lekat dengan tema kemanusiaan yang berat, penyajian bahasanya ini lah yang memungkinkan bahwa penikmat puisi atau bahasa syair diharapkan menikmati karya ini.





dimuat di yanahaudy.net